May 31, 2018
0
Ketika Allah bersedekah dengan memberi rukhshah
untuk hamba-Nya ~
Beberapa sahabat Nabi radhiyallâhu ‘anhum ;
عن شقيق بن سلمة قال أهللنا هلال رمضان
بحلوان أو بالمدائن وفينا رجال من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فنادى
أميرهم من شاء منكم أن يصوم فليصم ومن شاء منكم أن يفطر فليفطر فإن رسول الله صلى
الله عليه وسلم قد صام في السفر وأفطر
“Dari Syaqiq Ibn Salamah, ia berkata;
Kami memulai Ramadhan di Hulwân atau Madâ’in, saat itu kami bersama beberapa
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallaam, lalu pimpinan mereka
menghimbau bahwa siapa yang ingin puasa dipersilahkan, dan siapa yang tidak
berpuasa juga silahkan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
pernah melakukan keduanya dalam perjalanan”
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf,
vol.2, hal.569, no.4494)
عن قتادة قال صام بعض أصحاب النبي صلى الله
عليه وسلم في السفر وأفطر بعضهم فلم يعب بعضهم على بعض، قال أخذ هذا برخصة الله
وأدى هذا فريضة الله
“Qatadah, ia berkata bahwa sebagian
sahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memilih berpuasa dalam perjalanan
dan sebagian yang lain memilih tidak berpuasa, kemudian satu sama lain tidak
pernah saling merendahkan. Karena yang satu memanfaatkan keringanan dari Allah,
dan yang satu lagi telah menunaikan kewajiban yang Allah berikan”
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf,
vol.2, hal.569, no.4500)
Ali Ibn Abi Thalib radhiayallâhu ‘anhu;
عن سعد بن معبد قال؛ أقبلت مع علي بن أبي
طالب من ينبع، قال فصام علي وكان علي راكبا وأفطرت لأني كنت ماشيا حتى قدمنا
المدينة ليلا
“Dari Sa‘d Ibn Ma‘bad, ia berkata; Kami
bersama Ali berangkat dari Yanbû‘, -ia melanjutkan- Ali berpuasa karena
menunggang, sedangkan saya tidak berpuasa karena saya berjalan, hingga kami
tiba di Madinah malam hari”
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf,
vol.2, hal.569, no.4495)
Aisyah Ummul Mukminin radhiyallâhu ‘anhâ;
عن عروة عن عائشة أنها كانت تصوم في السفر
“Dari ‘Urwah, dari Aisyah, bahwa beliau
berpuasa dalam perjalanan”
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf,
vol.2, hal.569, no.4496)
عن ابن أبي مليكة قال: صحبت عائشة في السفر،
فما أفطرت حتى دخلت مكة
“Dari Ibn Abi Mulaikah (w.117H), ia
berkata; Aku mengawal Aisyah dalam perjalanan, dan ia tidak berbuka hingga
sampai ke Makkah”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.15, no.9068)
Abdullah Ibn ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ;
عن ابن عباس قال لا نعيب على من صام في السفر
ولا على من أفطر، قال الله؛ يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
“Dari Ibn Abbas, ia berkata; Kami tidak merendahkan
orang orang yang berpuasa dalam perjalanan dan orang yang memilih berbuka.
Allah berfirman; Allah menghendaki kemudahan untuk kalian, bukan kesulitan”
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf,
vol.2, hal.569, no.4498)
عن أبي جمرة قال: سألت ابن عباس عن الصوم في
السفر فقال: عسر ويسر، خذ بيسر الله عليك
“Dari Abu Jamrah (w.128H), ia pernah
bertanya kepada Ibn ‘Abbas tentang puasa dalam perjalanan. Ibn Abbas menjawab;
Ada yang sulit dan ada yang mudah, maka ambillah kemudahan yang Allah berikan”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.14, no.9056)
Abdullah Ibn Umar radhiyallâhu ‘anhumâ;
عن ابن عمر قال: الإفطار في السفر صدقة تصدّق
الله بها على عباده
“Dari Ibn Umar, ia berkata bahwa berbuka
di perjalanan adalah sedekah yang Allah berikan kepada para hamba-Nya”.
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.14, no.9060)
Jabir Ibn Abdillah dan Abu Sa‘îd al-Khudrî radhiyallâhu
‘anhum;
عن أبي سعيد الخدري وجابر بن عبد الله رضي
الله عنهم قالا؛ سافرنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فيصوم الصائم ويفطر
المفطر فلا يعيب بعضهم على بعض
“Dari Abu Sa‘id al-Khudri dan Jabir Ibn
Abdillah radhiyallâhu ‘anhum berkata; Kami pernah melakukan perjalanan bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam, maka ada yang berpuasa dan ada pula
yang tidak, namun tidak ada yang saling merendahkan”
(Muslim Ibn Hajjaj, Shahîh
Muslim, vol.3, hal.143, no.2675)
Anas Ibn Malik radhiyallâhu ‘anhû;
عن عاصم قال: سئل أنس عن الصوم في السفر
فقال: من أفطر فرخصة، ومن صام فالصوم أفضل
“Dari Ashim (w.141H), ia berkata bahwa
Anas Ibn Malik pernah ditanya tentang puasa dalam perjalanan. Anas menjawab;
Yang berbuka berarti mengambil keringanan, dan yang berpuasa itu juga lebih
baik”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.15, no.9067)
Usman Ibn Abî al-‘Âsh radhiyallâhu ‘anhû;
عن ابن سيرين أن عثمان بن أبي العاص قال:
الصوم في السفر أفضل، والفطر رخصة
“Dari Ibn Sirin (w.110H), bahwa Usman
Ibn Abî al-‘Âsh berkata; Memilih berpuasa dalam perjalanan itu lebih baik, dan
memilih tidak berpuasa adalah keringanan”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.16, no.9076)
Berikut penjelasan dari para ulama mazhab;
Al-Imam Mâlik Ibn Anas
Ibn Mâlik Ibn ‘Âmir al-Madanî (w.179H);
الأمر الذي سمعت من أهل العلم أن المريض إذا
أصابه المرض الذي يشق عليه الصيام معه ويتعبه ويبلغ ذلك منه فإن له أن يفطر وكذلك
المريض الذي اشتد عليه القيام في الصلاة وبلغ منه ... ودين الله يسر وقد أرخص الله
للمسافر في الفطر في السفر وهو أقوى على الصيام من المريض ... فهذا أحب ما سمعت
إلي وهو الأمر المجتمع عليه
“Satu hal yang pernah saya dengan dari
para ulama adalah seseorang mengalami sakit yang kesulitan dan berat untuk
berpuasa atau orang sakit yang membuatnya tidak mampu berdiri ketika shalat
boleh tidak berpuasa ... dan agama Allah itu berisi kemudahan, dan Dia telah
memberikan kemudahan bagi musafir untuk berbuka dalam perjalanannya, padahal
mereka tergolong lebih mampu berpuasa daripada orang yang sedang sakit ...
Inilah informasi yang sangat aku sukai, dan ini adalah perkara yang telah
disepakati”
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’
Bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.302)
Al-Imam Abu Bakr Ahmad
Ibn Ali al-Jasshâsh (w.370H);
واتفقت الصحابة ومن بعدهم من التابعين وفقهاء
الأمصار على جواز صوم المسافر غير شيء يروى عن أبي هريرة أنه قال من صام في السفر
فعليه القضاء وتابعه عليه شواذ من الناس لا يعدون خلافا
“Para sahabat, tabi‘in, fuqaha’ seantero
Mesir sepakat dalam kebolehan musafir untuk berpuasa. Kecuali satu riwayat dari
Abu Hurairah yang pernah menyampaikan bahwa orang yang tetap berpuasa dalam
perjalanan maka harus mengqadha. Ini pernah diikuti oleh segelintir kelompok,
namun itu tidak perlu dianggap sebagai pendapat berbeda”
(Al-Jasshash, Ahkâm
al-Qur’ân, vol.1, hal.265. Dalam riwayat lain disampaikan bahwa Abu
Hurairah telah menarik padangan tersebut dan rujuk kepada riwayat yang valid
dari para sahabat lainnya)
Al-Imam Abu Muhammad
Ibn Ali Ibn Ahmad Ibn Sa‘id Ibn Hazm al-Andalusi (w.456H);
واتفقوا على أن من آذاه المرض وضعف عن الصوم
فله أن يفطر، واتفقوا أن من سافر السفر الذي ذكرنا في كتاب الصلاة أنه إن قصر فيه
أدى ما عليه فأهل هلال رمضان وهو في سفره ذلك فانه إن أفطر فيه فلا إثم عليه
“Dan mereka sepakat bahwa orang yang
kesulitan karena sakitnya dan tidak mampu berpuasa, maka dia boleh berbuka. Dan
mereka pun sepakat bahwa orang yang melakukan perjalanan sebagaimana yang telah
kami sebutkan dalam pembahasan shalat jika mengqashar berarti telah melakukan
apa yang harus dilakukan, kemudian dalam perjalanan itu muncul hilal Ramadhan
lalu dia memilih tidak berpuasa, maka dia tidak berdosa”
(Ibn Hazm, Marâtib
al-Ijmâ‘, hal.40)
Al-Imam Abu ‘Amr Yusuf
Ibn Abdillah Ibn Muhammad Ibn Abdil Barr al-Qurthubi (w.463H);
وعلى إباحة الصوم والفطر للمسافر جماعة
العلماء وأئمة الفقه بجميع الأمصار إلا ما ذكرت لك عمن قدمنا ذكره، ولا حجة في أحد
مع السنة الثابتة هذا إن ثبت ما ذكرناه عنهم ... وأجمع الفقهاء أن المسافر بالخيار
إن شاء صام وإن شاء أفطر إلا أنهم اختلفوا في الأفضل من ذلك
“Kebolehan berpuasa maupun tidak
berpuasa bagi musafir disepakati oleh para ulama dan para imam fikih di
seantero wilayah Islam, kecuali pendapat yang telah saya sebutkan kepadamu
sebelumnya. Namun pendapat seseorang tidak dapat dijadikan argumen lagi bila telah
jelas argumen sunnahnya, itu pun kalau pendapat itu benar adanya ... Dan para
ulama fikih berijma bahwa musafir dapat memilih antara berpuasa atau tidak,
namun perbedaan mereka (ulama) hanyalah soal mana yang lebih utama saja”
(Ibn Abdil Barr, al-Tamhîd
Limâ Fî al-Muwattha’ Min al-Ma‘ânî wa al-Asânîd, vol.2, hal.170 & vol.9
hal.67)
Al-Imam Abu Muhammad
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.630H);
أجمع أهل العلم على إباحة الفطر للمريض في
الجملة ... أن المسافر يباح له الفطر فإن صام كره له ذلك وأجزأه وجواز للمسافر
ثابت بالنص والإجماع
“Para ulama berijma‘ bahwa secara garis
besar orang yang sedang sakit boleh berbuka ... sebagaimana musafir pun
demikian. Apabila dia berpuasa tetap sah meskipun makruh. Kebolehan berbuka
bagi musafir ini adalah jelas berdasarkan nash dan ijma‘”
(Ibn Qudamah, al-Mughnî
Syarh Mukhtashar al-Kharqî, vol.3, hal.88 & 90)
Dan banyak lagi penjelasan para ulama
mazhab terkait kebaradaan ijma terkait rukhshah ini.
Wallâhu A‘lam